Kumpulan cerpen

      Pada cerpen yang berjudul Tahi Lalat, Sorot Mata Syaila, Sepatu Jinjit Aryanti, Bamby dan Perempuan Berselendang Baby Blue, dan Jangan ke Istana Anakku. Dalam sebuah seni maupun karya sastra meski terdapat sebuah persamaan kisah, nuasan, problematic maupun amanat yang ada. Oleh, karena perlu di analisis agar didapatkan hasil yang jelas dan glambyar dari sebuah karya tersebut. Pada cerpen-cerpen tersebut menceritakan sebuah problematic kehidupan yang dimana, dalam kehidupan tersebut di selimuti prahara. Prahara tersebut dari sebuah sikap maupun tindak orang tersebut yang dapat di sanepan kan “becik ketitik olo ketoro” yang di artikan dalam Bahasa Indonesia yaitu yang baik akan kelihatan dan yang buruk akan tampak serta ada pula yaitu “sapa sing nandur bakal ngunduh” yang di artikan dalam Bahasa Indonesia yaitu siapa yang menanam bakal memanen, entah kapan ungkapan tersebut ada yang pasti sejak zaman aji saka maupun pada era kerajaan. Dapat di telisik bahwa di dalam setiap perbuatan manusia mulai dari membuka mata hingga menutup mata kembali tak luput dari perilaku lalai, zholim dan dengki kepada sesama, karena kodrat manusia merupakan mahkluk yang memiliki hawa nafsu dan hawa nafsu tersebut bermacam-macam pula tugasnya. Dalam setiap perbuatan manusia pasti akan kelihatan entah sekarang, besok atau lusa akan kelihatan apapun bentuk perbuatan itu berupa kebajikan maupun angkara muraka pasti akan kelihatan begitu pula dengan cerpen-cerpen di atas bagaimana jelas ke zholiman yang di perbuat para petinggi-petinggi. ke zholiman yang dilakukan kian menjadi-jadi hingga tidak ada lagi nilai kemanusian, demi sebuah kewibaan yang hanya di dapat melalui indera penglihatan rela mengorbankan segalanya. Dalam cerpen-cerpen di atas tipu-menipu menyelimuti setiap langkah dan makanan sehari-hari layakanya sengkuni “hahahahah” tentu lebih kejam dan licik ya kawan lebih kejam dari seorang Suman. Kalau Sengkuni menjadi licik dan penuh intrik semua itu di dasari oleh persaan cintanya kepada Dewi Kunti yang ingin dia pinang tapi terhalang oleh kesaktian dan ketangguhan Pandu yang menyebabkan ia tak dapat lagi memilik Dewi Kunti, bukan hanya itu saja kemarahan dan  percikan dendam sang Suman yaitu ketika melihat sang adik Gandari yang telah di boyong oleh sang Pandu ke Hastina malah menjadi  permaisuri Drestara yang tidak dapat melihat dan Gandari pun menangis akibat sebuah pilihan tersebut sehingga membuat keputusan akan menutup mata matanya seumur hidup, itu semua di dasari oleh sifat iri yang berakibat lebih dominan amarah dan supiah  sehingga menciptakan gejolak-gejolak baru ingin menyingkirkan pihak yang menghalangi jalannya. Budaya tersebut saat ini dapat terlihat dengan glambyar tentang sebuah system yang dimana system tersebut hanya sebuah alat panjat bagi sengkuni-sengkuni baru yang di hanya di dasari sebuah pemikiran harta, pangkat dan jabatan mengungkuli dari segalanya hingga membuat lalai akan kodrat manusia itu apa. Kembali lagi pada cerpen – cerpen di atas selain penyelewengan jabatan maupun mandat juga terdapat sebuah korupsi hak dan kewajiban yang mengakibatkan pembunuhan, entah dari beberapa cerpen tersebut yang menjadi dalang dalam skenarionya siapa pun itu pasti ada hubungannya dengan sang actor utama, layaknya pertikaian antara pandawa dan kurawa yang di scenario oleh sang sengkuni maupun scenario agar pandawa terusir dari istana akibat scenario tau tipu muslihat sengkuni yang di dasari oleh dendam pribadi pada keluarga pandu. Tipu-menipu kalau istilah sekarang sanjipak 378 banyak sekali di gambarkan pada cerpen tersebut, jadi teringat Rahwana yang memohon dan mengemis agar di beri aji pancasona agar sang Rahwana dapat menjadi raja yang tak mudah di kalahkan, yang mungkin jiwa-jiwa Rahwana masih berkobar   begitu pula akal picik sanag Rahwana masih bersemayam pada para petinggi-petinggi. selain itu dalam cerpen tersebut identic dengan yang Namanya perempuan bagaiamana tidak peremppuan yang di ilustrasikan sebagai anggun, ramah, sabar serta cantik akan menjadi borok entah borok yang dapat membunuhnya secara perlahan layaknya diabetes atau borok yang tecium busuk di hidung rakyat, itu lah perempuan dapat menjadi kodratnya seutuhnya yang lemah lembut bahkan menjadi anjing gila layaknya pencabut nyawa. Dalam cerpe tersebut juga sebagai bahan telaah dari yang telah saya jelaskan bahw siapa yang menanam akan memetiknya “hehehehe” tapi tunggu dulu dalam ujar pikiran saya, kalimat tersebut hanya ilustrasi para Brahmana jaman dulu, sekarang banyak toh yang tidak menanam panen juga layaknya codot “hhahahahah” ya kembali lagi pada cerpen tersebut sanepan di atas benar adanya dan sesegera mungkin kebobrokan dan kezholiman akan segera di ketahui dan menuai hasilnya. Semua hasilnya sama yaitu borok, borok dan borok tapi tenang tidak semua pemimpin seperti itu karena semua di kembalikan lagi pada ahklak, sopan dan santun sengi membuat mereka tersadar bahwa yang mereka dapat dan mereka duduki hanya sementara dan tidak kekal  kehidupan di kemudian akan dapat balasan. Dalam seluruh cerpen-cerpen yang ada tersebut memiliki pesamaan yaitu sebuah Harta, Tahta, Jabatan, dan wanita serta korupsi hak yang berujung pada sebuah kematian dan kematian. Pada cerpen-cerpen tersebut memiliki persamaan sering mengungkapkan kata borok, siluet, sepatu dan bandara. Pada cerpen-cerpen tersebut menggunakan Bahasa yang mudah di mengerti meskipun ada Bahasa arab tapi ada terjemahannya sehingga tidak menyulitkan para pembaca dalam membaca dan memahami makna yang terkandung dalam cerpen tersebut. Amanat yang dapat di petik dari cerpen-cerpen tersebut yaitu sebuah gambaran bahwa  Dalam mempertahankan mengenai hal duniawi pertahankan dengan cara yang sehat dan fair play tidak dengn segala cara hingga merapas hak dan martabat orang lain demi kepuasan nafsu seata. Selain itu dalam memilih peminpin pilihlah dengan tepat tanpa melihat dari harta hingga dapat menyensarakan kita yang memilih, karena apa yang kita pilih menentukan nasib desa 5 tahun ke depan. Bagi pemimpin kalau sudah terpilih lakasanakan amanah tersebut dengan keihklasan serta istiqomah biar jabatan yang diamanahkan menjadi berkah, tidak hanya berkah bagi diri sendiri melainkan bagi seluruh masyarakat. Dalam pencapaian sebuah pangkat kalau tidak benar dalam mendapatkannya akan terbawa arus hingga lupa dengan apa sumpah yang telah diucapkan, kita juga sebagai masyarakat pemimpin juga manusia yang punya rasa lalai seharusnya kita sebagai masyarat harus bijak dalam menilai pemimpin tidak hanya bisa menyalakan kebijakan pemimpin serta tidak membicrakan keburukan ke semua orang. Hal yang terpenting dalam pemerintahan harus ada kejujuran agar tidak ada keglambyaran yang dilacak oleh masyrakat umum hingga menimbulkan fitnah. Karena apa dibawah pemimpin yang baik negara yang bobrok akan dapat tertahta. Kapan sistem dan propaganda itu berakhir, kita tidak pernah mengetahuinya yang jelas disaat nyawa masih di kandung badan serta nafsu-nafsu yang sulit dikendalikan maka di situ roh rahwana, roh sengkuni masih menghiasi dunia.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ulama Durna Ngesot Ke Istina

Sajak palsu

Sulastri dan empat lelaki